Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...Tahukah Anda 5 (lima) keutamaan Shalat Shubuh, nah ini dia keutamaannya :
1. Shalat Shubuh adalah faktor dilapangkannya rezeki
2. Shalat Shubuh menjaga diri seorang muslim
3. Shalat Shubuh adalah tolak ukur keimanan
4. Shalat Shubuh adalah penyelamat dari neraka
5. Shalat Shubuh lebih baik dari pada dunia dan seisinya
.
Inilah sebagian sisi yg menggambarkan betama utama dan hikmahnya shalat shubuh dan bertasbih di waktu shubuh.
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...tahukah Anda bahwa Sabar memiliki tiga tingkatan
- Sabar dengan tidak mengeluh sedikitpun, ini tingkat kesabaran tabiin.
- Sabar menerima segala ketetapan Allah, ini tingkat kesabaran para zahid.
- Sabar menghadapi cobaan dan musibah dengan senang hati karena yakin semua datangnya dari Allah, ini tingkat kesabaran para shiddiqin.
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Suamiku,kekasih yang selalu setia bersamaku ..... Kekasih yang senantiasa mendampingiku dalam setiap waktu dan situasi ....
Kekasih yang senantiasa membimbingku ....
Ya dialah suamiku,kekasih terbaikku .....
Tak pernah sedikitpun ia berniat meninggalkan aku dan mencari wanita lain saat aku tak bisa memberikan keturunan padanya. Tepatnya 6 tahun yang lalu,saat aku tengah mengandung dengan usia kandungan yang menginjak 7 bulan. Aku mengalami keguguran dan pendarahan yang hebat sehingga dengan terpaksa dokter memutuskan mengangkat rahimku demi keselamatan nyawaku.
Saat itulah aku merasa aku bukanlah wanita yang sempurna karena aku tak bisa memberikan keturunan pada suamiku ...
Bukanlah waktu yang singkat bagi kami untuk menjalani hari-hari sepi tanpa hadirnya seorang buah cinta yang selalu dinanti oleh pasangan suami istri pada umumnya.
Kehampaan kadang menghampiri tapi suamiku seakan tahu isi hatiku.Ia sering mengajakku mengunjungi panti asuhan.Dimana banyak anak-anak kecil yang bisa menghilangkan kerinduanku pada sosok seorang anak.
Malam itu aku mencoba menyampaikan apa yang ada dalam hatiku padanya.
"yah,tidakkah ayah mencari ibu bagi anak-anak ayah ....?", tanyaku.
Sejenak ia terdiam,lalu menatapku dengan senyum yang menghias wajahnya...
"bunda,cukup bagi ayah menjadikan bunda pasangan hidup ayah baik didunia maupun diakherat ... kelak,insya'Allah.Ayahpun tak ingin melukai hatimu bunda", jawabnya dengan penuh kasih.
"tapi ayah,sungguh bunda ikhlas jika ayah mencari seseorang wanita yang bisa memberikan keturunan pada ayah"jawabku lirih.
"bunda,ayah bersyukur Allah telah mengaruniakan ayah istri sholehah seperti bunda ....
Seorang istri yang senantiasa membangunkan ayah disepertiga malam terakhir, ...
seorang istri yang selalu mencuci kaki ayah, ..
seorang istri yang patuh,dan menerima ayah apa adanya, ..
seorang istri yang senantiasa memperlihatkan senyumnya pada ayah ... Itu semua sudah cukup bagi ayah .."
subhanallah,tanpa kusadari butiran bening itu mengalir mendengar apa yang diucapkan olehnya ...
"bunda,ayahpun tak ingin mengingkari janji yang pernah ayah ikhrarkan saat hari kita dihalal dulu,pun belum tentu ada wanita sepertimu dizaman sekarang ini,dan ayah adalah lelaki yang beruntung bisa memiliki istri sepertimu ... Tidak ada pemberian yang lebih baik kepada seseorang setelah pemberian iman kecuali wanita yang sholehah"
ku tatap lekat wajahnya, ketulusan dan kasih sayang yang begitu tampak diwajahnya, akupun memeluknya dengan tangisku yang tak tertahankan ...
"ayah,terima kasih atas segala yang telah ayah berikan pada bunda", ucapku diiringi isak tangis.
"itu sudah menjadi kewajibanku bunda, ..
aku akan setia mendampingimu, ..
menjadi perisai bagimu, ..
menjadi penentram bagi jiwamu ..."
Subhanallah ,betapa Maha Besarnya Engkau telah megaruniakan aku pasangan yang membuat hidupku menjadi sempurna...
Nikmat mana lagi yang harus aku dustakan?
Mungkin Engkau tidak menitipkan malaikat kecil-MU padaku,tapi sungguh aku bersyukur Engkau telah menitipkan seseorang kekasih yang begitu mencintaiku, seseorang yang memberiku kesempatan untuk meraih surga-Mu ....
Wallahu’alam bishshawab, ..
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...
Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat ...
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
~ o ~
Semoga bermanfaat dan Penuh Kebarokahan dari Allah ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....
#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
----------------------------------
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ...
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim .... Seorang pria setengah baya mendatangi seorang guru ngaji, “Ustad, saya sudah bosan hidup. Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati.”
Sang Ustad pun tersenyum, “Oh, kamu sakit.”
“Tidak Ustad, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati.”
Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Ustad meneruskan, “Kamu sakit. Dan penyakitmu itu sebutannya, ‘Alergi Hidup’. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan.”
Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan.
Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan.
Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan mengalir terus, tetapi kita menginginkan status-quo.
Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit.
Yang namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya.
Dalam hal berumah-tangga,bentrokan-bentrokan kecil itu memang wajar, lumrah. Persahabatan pun tidak selalu langgeng, tidak abadi. Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan.
Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.
“Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku.” demikian ujar sang Ustad.
“Tidak Ustad, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup.” pria itu menolak tawaran sang Ustad.
“Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?”
“Ya, memang saya sudah bosan hidup.”
“Baik, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi besok sore jam enam, dan jam delapan malam kau akan mati dengan tenang.”
Giliran dia menjadi bingung. Setiap Ustad yang ia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Tapi ustadz yang satu ini aneh. malah Ia bahkan menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.
Pulang kerumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut “obat” oleh Ustad edan itu. Dan, ia merasakan ketenangan sebagaimana tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah.
Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran masakan Jepang.
Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai banget! Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan membisiki di kupingnya, “Sayang, aku mencintaimu.” Karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!
Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Pulang kerumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya.
Karena pagi itu adalah pagi terakhir,ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istripun merasa aneh sekali, “Mas, apa yang terjadi hari ini? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, mas.”
Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang.
Stafnya pun bingung, “Hari ini, Bos kita kok aneh ya?”
Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.
Pulang kerumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan.
Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, “Mas, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu.”
Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, “Ayah, maafkan kami semua. Selama ini, ayah selalu stres karena perilaku kami semua.”
Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia membatalkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya?
” Ya Allah, apakah maut akan datang kepadaku. Tundalah kematian itu ya Allah. Aku takut sekali jika aku harus meninggalkan dunia ini “.
Ia pun buru-buru mendatangi sang Ustad yang telah memberi racun kepadanya.
Sesampainya dirumah ustad tersebut, pria itu langsung mengatakan bahwa ia akan membatalkan kematiannya. Karena ia takut sekali jika ia harus kembali kehilangan semua hal yang telah membuat dia menjadi hidup kembali.
Melihat wajah pria itu, rupanya sang Ustad langsung mengetahui apa yang telah terjadi,
sang ustad pun berkata “Buang saja botol itu. Isinya air biasa kok.. Kau sudah sembuh, Apa bila kau hidup dalam kepasrahan, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu.
Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan. percayalah .. Allah bersama kita.”
lalu Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Ustad, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Ah, indahnya dunia ini……
Wallahu a'lam bish-shawab ...
#Semoga kita dapat mengambil pengetahuan yang bermanfaat dan bernilai ibadah ..
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...
Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat ...
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....
#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
------------------------------------------------
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ....
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Di suatu senja sepulang kantor, saya masih berkesempatan untuk ngurus tanaman di depan rumah, sambil memperhatikan beberapa anak asuh yang sedang belajar menggambar peta, juga mewarnai.. Hujan rintik-rintik selalu menyertai di setiap sore di musim hujan ini.
Di kala tangan sedikit berlumuran tanah kotor….. terdengar suara tek…tekk.. .tek…suara tukang bakso dorong lewat. Sambil menyeka keringat…, ku hentikan tukang bakso itu dan memesan beberapa mangkok bakso setelah menanyakan anak-anak, siapa yang mau bakso?
“Mauuuuuuuuu..”, secara serempak dan kompak anak-anak asuhku menjawab.
Selesai makan bakso, lalu saya membayarnya.
Ada satu hal yang menggelitik fikiranku selama ini ketika saya membayarnya, si tukang bakso memisahkan uang yang diterimanya. Yang satu disimpan dilaci, yang satu ke dompet, yang lainnya ke kaleng bekas kue semacam kencleng. Lalu aku bertanya atas rasa penasaranku selama ini.
“Mang kalo boleh tahu, kenapa uang-uang itu pisahkan? Barangkali ada tujuan?”
“Iya pak, memang sengaja saya memisahkan uang ini selama jadi tukang bakso yang sudah berlangsung hampir 17 tahun. Tujuannya sederhana saja, hanya ingin memisahkan mana yang menjadi hak saya, mana yang menjadi hak orang lain / amal ibadah, dan mana yang menjadi hak cita-cita penyempurnaan iman seorang muslim”.
“Maksudnya…?”, saya melanjutkan bertanya.
“Iya Pak, kan agama dan islam menganjurkan kita agar bisa berbagi dengan sesama. Sengaja saya membagi 3 tempat, dengan pembagian sebagai berikut :
1. Uang yang masuk ke dompet, artinya untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari untuk keluarga.
2. Uang yang masuk ke laci, artinya untuk infaq /sedekah, atau untuk melaksanakan ibadah Qurban. Dan alhamdulillah selama 17 tahun menjadi tukang bakso saya selalu ikut qurban seekor kambing, meskipun kambingnya yang ukuran sedang saja.
3. Uang yang masuk ke kencleng, karena saya ingin menyempurnakan agama yang saya pegang yaitu Islam. Islam mewajibkan kepada umatnya yang mampu untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji ini tentu butuh biaya yang besar, Maka kami sepakat dengan istri bahwa di setiap penghasilan harian hasil jualan bakso ini kami harus menyisihkan sebagian penghasilan sebagai tabungan haji.. Dan insya Allah selama 17 tahun menabung, sekitar 2 tahun lagi saya dan istri akan melaksanakan ibadah haji.
Hatiku sangat… sangat tersentuh mendengar jawaban itu. Sungguh sebuah jawaban sederhana yang sangat mulia. Bahkan mungkin kita yang memiliki nasib sedikit lebih baik dari si tukang bakso tersebut, belum tentu memiliki fikiran dan rencana indah dalam hidup seperti itu. Dan seringkali berlindung di balik tidak mampu atau belum ada rejeki.
Terus saya melanjutkan sedikit pertanyaan, sebagai berikut : “Iya tapi kan ibadah haji itu hanya diwajibkan bagi yang mampu…? termasuk memiliki kemampuan dalam biaya…?
Ia menjawab, “Itulah sebabnya Pak, justru kami malu kepada Tuhan kalau bicara soal Rezeki karena kami sudah diberi Rizki. Semua orang pasti mampu kok kalau memang niat..?
Menurur saya definisi “mampu” adalah sebuah definisi dimana kita diberi kebebasan untuk mendefinisikannya sendiri. Kalau kita mendefinisikan diri sendiri ebagai orang tidak mampu, maka mungkin selamanya kita akan menjadi manusia tidak mampu. Sebaliknya kalau kita mendefinisikan diri sendiri, “mampu”, maka Insya Allah dengan segala kekuasaan dan kewenangannya Allah akan memberi kemampuan pada kita kok.
“Masya Allah… sebuah jawaban dari seorang tukang bakso”.
Sahabat …..
Cerita perjalanan spiritual ini sangat sederhana dan jadi inspirasi. Semoga memberi hikmah terbaik bagi kehidupan kita .. Aamiin ..
Dalam hadits Qudsi, ...
“Sesungguhnya Allah berfirman: Aku akan mengikuti prasangka hamba-Ku dan Aku akan senantiasa menyertainya apabila berdoa kepada-Ku” (HR. Bukhari Muslim)
~ o ~
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....
#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
------------------------------------------------
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ....
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...Manusia - Eh, Udah subuh ya?
Malaikat - Bangunlah wahai anak Adam, tunaikan sholat subuhmu .
Syaitan - Alahhhhhh, tidurlah, masih ngantuk ini … nanti aja? ... zzzzzzzz ...
Manusia - mau makan, lapar ...
Malaikat - Wahai Anak Adam, mulailah dengan Bismillah …
Syaitan - Ahh, tidak usah … udah lapar ini !! mmm .. enaknyaaaa ..
Manusia - Hari ini mau pakai apa ya?
Malaikat - Wahai anak Adam, pakailah pakaian yang menutup aurat..
Syaitan - Ah panas!!, pake terusan langsung seperti orang kampung!!!
Manusia - Azan sudah kedengaran ...
Malaikat - Wahai anak Adam, bersegeralah menunaikan kewajiban
Syaitan - Baru jam berapa .. rilex lah .. Nanti aja?..
Manusia - Eh, eh … tidak boleh lihat ini, berdosa …
Malaikat - Wahai anak Adam, alihkanlah pandanganmu, sesungguhnya Allah Maha Melihat dan mengetahui !
Syaitan - Perggghh … bagus banget … rugi loooh kalau tidak melihatnya.. Mubadzir...
Manusia - Saudaraku sedang melakukan dosa
Malaikat - Wahai anak Adam, cegahlah dia..
Syaitan - Untuk apa kau sibuk? Jangan ganggu urusan orang lain..
Manusia - Baguskah kalau aku sampaikan nasihat ini kepada orang lain?
Malaikat - Wahai anak Adam, saling nasihat-menasihatilah sesama kamu ..
Syaitan - Pikirlah sendiri, semua juga sudah besar, buat apa susah2 …?
Manusia - aku telah berdosa ..
Malaikat - Wahai anak Adam, bertaubatlah kamu, sesungguhnya Allah Maha pengampun.
Syaitan - Nanti dulu, lain kali kamu boleh bertaubat … lagipun hanya sekali …. rugilah. .. (kalau sempat saja)
Manusia - Kalau pergi, mesti senang-senang!
Malaikat - Wahai anak Adam, kakimu ingin melangkah ke jalan yang dimurkai Allah, berpalinglah dari jalan itu .
Syaitan - Jangan bimbang, tiada siapapun yang tau … Lanjutkanlah ..
Manusia - Uuhhh? letihnya hari ini .. sholat ga ya??
Malaikat - Wahai anak Adam, taatilah Allah dan RasulNYA, kebahagiaan di dunia dan akhirat untukmu. Solat itu wajib bagimu…
Syaitan - Hey anak Adam, ikutilah aku, kebahagiaan di dunia (saja) dan kebahagiaan di akhirat (jangan mimpi!) untukmu …
Sekarang sahabat semua mempunyai 3 pilihan : ...
1. Anda - Apa sebaiknya saya biarkan info ini dalam pengetahuanku saja???
2. Malaikat - Ingatkan pada kawan yang anda kenal, beritahu tentang info ini ....
3. Syaitan - Untuk apa sibuk-sibuk??
Wallahu’alam bishshawab, ..
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...
Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat ...
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
~ o ~
Semoga bermanfaat dan Penuh Kebarokahan dari Allah ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....
#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
----------------------------------
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ...
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Pada zaman kenabian Isa alayhissalaam, banyak terjadi kerusakan karena ulah kaisar Romawi yang zalim. Kelaparan dan kemisikinan merajalela di negeri Palestina.
Berbagai cara dilakukan oleh rakyat terutama para kaum miskin untuk melawan kelaparan dan kemiskinan itu. Seorang ibu terpaksa menjual anaknya seperti menjual pisang goreng.
Perampokan, pembunuhan, penganiayaan tak kenal peri kemanusiaan lagi. Sementara ketika nabi Isa a.s menyampaikan dakwahnya kepada rakyat, tentara Romawi selalu mengejar-ngejar beliau.
Sesekali nabi Isa a.s mengumpulkan para orang miskin itu, dan membagi-bagikan roti dan gandum kepada mereka. Namun tak urung para tentara Romawi terus menggusur dan menganiaya mereka.
Kehidupan rakyat sudah benar-benar tak menentu. Laki-laki banyak sekali yang meninggalkan rumah dan keluarga mereka, entah pergi ke mana. Pelacuran tumbuh di mana-mana. Setiap orang harus mempertahankan dirinya dari serangan lapar.
Suatu ketika terlihat seorang perempuan muda berjalan terseok-seok seolah menahan rasa letih. Sudah terlalu jauh ia menyusuri sepanjang jalan, untuk mencari sesuap nasi. Menawarkan diri kepada siapa saja yang mau, meski dengan harga yang murah.
Perempuan muda itu terlihat terlalu tua dibandingkan dengan usia sebenarnya. Wajahnya kuyu diguyur penderitaan panjang. Ia tidak mempunyai keluarga, kerabat ataupun sanak saudara lainnya. Orang-orang sekelilingnya menjauhinya. Bila bertemu dengan perempuan tersebut, mereka melengos menjauhinya karena jijik melihatnya.
Namun perempuan itu tidak peduli, karena pengalaman dan penderitaan mengajarinya untuk bisa tabah. Segala ejekan dan caci maki manusia diabaikannya. Ia berjalan dan berjalan, seolah tak ada pemberhentiannya.
Ia tak pernah yakin, perjalanannya akan berakhir. Tapi ia terus berusaha melenggak-lenggok menawarkan diri. Namun sepanjang jalan itu sunyi saja, sementara panas masih terus membakar dirinya. Entah sudah berapa jauh ia berjalan, namun tak seorangpun juga yang mendekatinya.
Lapar dan haus terus menyerangnya. Dadanya terasa sesak dengan nafas yang terengah-engah kelelahan yang amat sangat. Betapa lapar dan hausnya ia…
Akhirnya sampailah ia di sebuah desa yang sunyi. Desa itu sedemikian gersangnya hingga sehelai rumputpun tak tumbuh lagi. Perempuan lacur itu memandang ke arah kejauhan. Matanya nanar melihat kepulan debu yang bertebaran di udara. Kepalanya mulai terasa terayun-ayun dibalut kesuraman wajahnya yang kuyu.
Dalam pandangan dan rasa hausnya yang sangat itu, ia melihat sebuah sumur di batas desa yang sepi. Sumur itu ditumbuhi rerumputan dan ilalang kering dan rusak di sana-sini. Pelacur itu berhenti di pinggirnya sambil menyandarkan tubuhnya yang sangat letih. Rasa hauslah yang membawanya ke tepi sumur tua itu.
Sesaat ia menjengukkan kepalanya ke dalam sumur tua itu. Tak tampak apa-apa, hanya sekilas bayangan air memantul dari permukaannya. Mukanya tampak menyemburat senang, namun bagaimana harus mengambil air sepercik dari dalam sumur yang curam ? Perempuan itu kembali terduduk.
Tiba-tiba ia melepaskan stagennya yang mengikat perutnya, lalu dibuka sebelah sepatunya. Sepatu itu diikatnya dengan stagen, lalu dijulurkannya ke dalam sumur. Ia mencoba mengais air yang hanya tersisa sedikit itu dengan sepatu kumalnya. Betapa hausnya ia, betapa dahaganya ia.
Air yang tersisa sedikit dalam sumur itu pun tercabik, lalu ia menarik stagen itu perlahan-lahan agar tidak tumpah. Namun tiba-tiba ia merasakan kain bajunya ditarik-tarik dari belakang.
Ketika ia menoleh, dilihatnya seekor anjing dengan lidahnya terjulur ingin meloncat masuk ke dalam sumur itu. Sang pelacur pun tertegun melihat anjing yang sangat kehausan itu, sementara tenggorokannya sendiri serasa terbakar karena dahaga yang sangat.
Sepercik air kotor sudah ada dalam sepatunya. Kemudian ketika ia akan mereguknya, anjing itu mengibas-ngibaskan ekornya sambil merintih.
Pelacur itupun mengurungkan niatnya untuk mereguk air itu. Dielusnya kepala hewan itu dengan penuh kasih. Si anjing memandangi air yang berada dalam sepatu.
Lalu perempuan itu meregukkan air yang hanya sedikit itu ke dalam mulut sang anjing. Air pun habis masuk ke dalam mulut sang anjing, dan perempuan itu pun seketika terkulai roboh sambil tangannya masih memegang sepatu …
Melihat perempuan itu tergeletak tak bernafas lagi, sang anjing menjilat-jilat wajahnya, seolah menyesal telah mereguk air yang semula akan direguk perempuan itu. Pelacur itu benar-benar telah meninggal.
Para malaikat pun turun ke bumi menyaksikan jasad sang pelacur. Malaikat Raqib dan Atid sibuk mencatat-catat, sementara malaikat Malik dan Ridwan saling berebut.
Malik – si penjaga neraka – sangat ingin membawa perempuan lacur itu ke neraka, sementara Ridwan – si penjara surga – mencoba mempertahankannya. Ia ingin membawa pelacur itu ke surga. Akhirnya persoalan itu mereka hadapkan kepada Allah.
“Ya Allah, sudah semestinya pelacur itu mendapatkan siksaan di neraka, karena sepanjang hidupnya menentang larangan-Mu, ” kata Malik.
” Tidak !” bantah Ridwan. Kemudian Ridwan berkata kepada Allah, ” Ya Allah, bukankah hamba-Mu si pelacur itu termasuk seorang wanita yang Ikhlas melepaskan nyawanya daripada melepaskan nyawa anjing yang kehausan, sementara ia sendiri melepaskan kehausan yang amat sangat ? “
Mendengar perkataan Ridwan, Allah lalu berfirman, ” Kau benar, wahai Ridwan, wanita itu telah menebus dosa-dosanya dengan mengorbankan nyawanya demi makhluk-Ku yang lain. Bawalah ia ke surga, Aku meridhoinya .. “
Seketika malaikat Malik kaget dan terpana mendengar Firman Allah itu, sementara malaikat Ridwan merasa gembira. Ia pun membawa hamba Allah itu memasuki surga.
Lalu bergemalah suara takbir, para malaikat berbaris memberi hormat kepada wanita, sang hamba Allah, yang Ikhlas itu.
(# Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah SAW berabda, “Telah diampuni seorang wanita pezina yang lewat di depan anjing yang menjulurkan lidahnya pada sebuah sumur. Dia berkata, “Anjing ini hampir mati kehausan”. Lalu dilepasnya sepatunya lalu diikatnya dengan kerudungnya lalu diberinya minum. Maka diampuni wanita itu karena memberi minum. (HR Bukhari))
(dikutip dari Kumpulan Kisah Zaman Nabi dan Para Sahabat : ” Jalan Pintas ke Surga “, penerbit Mizan)
Wallahu a'lam bish-shawab ...
#Semoga kita dapat mengambil pengetahuan yang bermanfaat dan bernilai ibadah ..
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...
Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat ...
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....
#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
------------------------------------------------
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ....
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Tiba-tiba HP ku berdering, setelah menjawab salam suara diseberang telepon tampak panik “Ayah.. bunda mimisan nich.” Hmm.. kumaklumi kepanikan istriku saat itu karena belum pernah dia mengalami mimisan seperti ini.
Memang cuaca di bulan Agustus 2007 siang itu begitu teriknya. Aku pikir ini akibat cuaca yang terik itu. Kemudian aku sarankan dia untuk segera ke dokter.
Beberapa hari kemudian istriku sakit pilek. Seperti biasanya kalau sakit ia hanya minum obat warung dan jarang sekali mau periksa ke dokter. “ oalah bunda…. ke dokter ajah kok takut,” ledekku, ku sorong pipi kenyalnya dengan ujung jari, ia merajuk bibirnya maju 2 centi, lucu melihatnya seperti itu.
Dua minggu berselang tapi pileknya belum juga hilang. Malah katanya ada yang terasa menyumbat di saluran hidungnya, rasanya tak nyaman dan susah bernafas. “Bun… besok kita ke Rumah Sakit ya! biar ayah ijin masuk siang,” rayuku agar ia mau ke Rumah sakit.
Keesokan harinya saya ajak ia ke RS. Bhakti Yudha Depok. Saat itu dokter THT bilang istriku alergi pada debu dan juga bulu-bulu binatang. Tapi sampai obatnya habis pileknya belum juga ada tanda-tanda kesembuhan.
Anehnya yang sering keluar lendir hanya hidung sebelah kiri saja. Bahkan istriku mulai susah bernafas melalui hidung, ia hanya bisa bernafas melalui mulut. Dan ketika saya membawanya periksa untuk kedua kalinya dokter menyarankan untuk rontgen. Namun dari hasil rontgen tidak terlihat adanya kelainan apapun di hidung istriku.
***
Tanggal 3 Nov 2007 ...
Aku mengajaknya periksa ke RS Proklamasi Jakarta, karena menurut informasi di sini peralatanya lebih lengkap. Ternyata benar, dengan alat penyedot dokter mengeluarkan lendir dari dalam hidung istriku. Senang rasanya melihat ia dapat bernafas dengan lega. “Alhamdulillah…..”
Beberapa hari kemudian sumbatan itu kembali muncul. “Duh..bunda!” Kontrol kedua ke RS. Proklamasi masih saja dokter belum bisa menyampaikan penyakit apa yang dialami istriku ini. Dokter memasukkan kapas basah ke hidung istriku (ternyata itu adalah bius lokal), beberapa saat kemudian sebuah gunting kecil dimasukkan kedalam hidung dan.. “krek” potongan daging kecil diambil.
Belakangan baru aku tau tindakan inilah yang dinamakan biopsi. Tak ada yang disampaikan kepada kami. Dokter menyarankan dilakukan CT Scan. Kemudian kami menuju ke RSCM untuk CT Scan.
Keesokan harinya hasil CT Scan aku bawa kembali ke Dokter RS Proklamasi. Setelah melihat hasil Scan, Dokterpun menyampaikan hasilnya dan juga hasil biopsi dari laboratorium.
“ini ibu positif,” kata dokter sambil menunjukkan foto CT Scan. Nampak ada sebuah massa diantara belakang hidung dan tenggorokan istriku. Cukup besar seukuran kepalan tangan. Aku masih belum mengerti maksud kata-kata nya dan memang sama sekali tak ada pikiran yang aneh aku coba bertanya, “maksudnya apa dok?”
“ibu positif kanker!”
Dek.. seolah detak jantungku berhenti “KANKER…Dok?” Tiba-tiba mataku jadi gelap, sebuah beban berat serasa menindih badanku. Aku diam dan tak bisa berkata apa-apa, lama aku terdiam.
“Kanker..?” tanyaku, tapi kalimat itu tak mampu terucap hanya bersarang di kepalaku. Sebuah penyakit yang selama ini hanya aku kenal lewat informasi dan berita-berita, kini penyakit itupun menghampiri orang terdekatku orang yang paling aku sayangi. Penyakit yang menakutkan itu menyerang istriku.
Kutatap wajah cantik istriku yang dibalut jilbab favoritnya, tenang.. teduh… tak ada ekspresi apa-apa aku makin bingung.
“duhh…bunda apa yang ada dalam fikiranmu bunda…”
“Sekarang bapak ke RSCM ke bagian Radiologi kita harus bertindak cepat,” tiba-tiba aku tersadar. Segera kuambil surat pengantar dokter dan menuju RSCM.
Sungguh tak pernah terpikirkan sedikitpun sebelumnya, kini kami berada dalam deretan orang-orang penderita kanker di ruang tunggu spesialis Radiologi ini. Aroma kecemasan bahkan keputus asaan tergambar di wajah mereka. Sebenarnya ini juga saya rasakan, tapi saya harus menyembunyikan raut ini di hadapan istriku. Aku harus tetap menyuguhkan energi penyemangat padanya.
Dihadapan dokter Radiologi aku bertanya, “sebenarnya istriku kena kanker apa dok?”
“kanker nasofaring.” jawab dokter singkat.
Ya Allah….kanker apa lagi ini? Istilahnya saja aneh bagiku. Kenapa harus istriku yang mengalaminya?
“Tapi Insya Allah masih bisa disembuhkan dengan pengobatan sinar radiasi dan kemoterapy,” dokter mencoba menangkap kegalauan diwajahku.
“Nanti ibu harus menjalani pengobatan radiasi selama 25 kali.”
Terbayang beratnya derita dan kelelahan yang harus dialami istriku. Belum lagi dengan kombinasi pengobatan kemoterapy yang melemahkan fisik.
Keluar dari ruang radiologi seolah semuanya jadi gelap, rasanya aku tak kuat menahan segala beban ini. Segera aku sms family dan teman-teman dekatku, aku kabarkan keadaan istriku dan kumintakan do’a dari mereka. Tak terasa bulir-bulir bening air mata bermunculan disudut mataku.
“Ayah kenapa? nangis yach..?” dengan polos pertanyaan itu keluar dari bibir istriku.
“iya, ayah sayaaang…. sama bunda,” suaraku gemetar.
Ku usap lembut kepala istriku. Ku tepis perlahan tangannya yang mencoba mengusap air mataku, ku gengggam kuat jari-jari lemahnya. Hatiku berbisik “kenapa tak ada kesedihan diwajahmu bunda? apakah bunda ga tau penyakit ini begitu berbahaya? Atau Allah telah memberitahukan ini semua kepadamu?”
“Bunda biasa ajah koq..” Jawabanya malah makin membuatku tak bisa bernafas, air mataku akhirnya jatuh juga.
Kususuri lorong-lorong RSCM dengan langkah lemas tak bertenaga seolah aku melayang, tulang-tulang terasa tak mampu menyangga badanku yang kecil ini.
Tanggal 5 Desember 2007 ...
Mulai hari itu istriku harus dirawat inap di RS. Proklamasi. Semua persiapanpun dilakukan mulai dari USG, Bond Scan dll. Hasilnya rahim masih bersih dan tulangpun normal artinya kankernya belum mejalar ke bagian lain, Alhamdulillah…sempat kuucap kata syukur itu.
Tanggal 8 Desember 2007 ...
Hari ke empat. Sore itu aku dipanggil ke ruang Dokter Sugiono yang akan melakukan Kemoterapy. Dikatakan bahwa kanker istriku stadium 2A dan Insya Allah masih bisa diobati. Istrikupun siap untuk menjalani pengobatan dengan kemoterapy. Kemudian kami minta ijin ke Dokter untuk diperbolehkan pulang sambil mempersiapkan segala sesuatunya.
Malam hari ketika kami di rumah, kami minta pendapat dari pihak keluarga tentang pengobatan yang akan kami lakukan. Dengan berbagai pertimbangan dan alasan pihak keluarga menyarankan agar kami tidak menempuh jalan kemo dan radiasi. Kami disarankan untuk menjalani pengobatan dengan cara alternatif dan pengobatan herbal.
Akhirnya sejak saat itu kami melakukan ikhtiar pegobatan dengan cara alternatif dan minum obat-obat herbal. Karena saat itu istriku sudah susah untuk menelan maka obat herbal yang diberikan tidak berupa kapsul, melainkan berupa rebusan. Setiap hari istriku harus minum ramuan dan rebusan obat-obat herbal yang baunya sangat menyengat. Tapi aku lihat ia dengan telaten dan sabar rutin minum semua obat-obatan itu.
Semangatnya untuk sembuh begitu besar. Doa pun tiada henti kupanjatkan siang dan malam. Dan malam-malamku selalu ku habiskan dengan tahajud dan hajat.
Aku mulai rajin mencari semua informasi yang berhubungan dengan kanker nasofaring, mulai dari makanan, cara pengobatan, bahkan alamat klinik pengobatan alternatif. Semua informasi aku cari melalui internet, koran dan dari rekan-rekan kerja.
Tiga bulan pengobatan, tapi Allah sepertinya belum memberi jalan kesembuhan dengan cara ini, akhirnya obat herbal aku tinggalkan. Bahkan pengobatan alternatif sudah aku tinggalkan sejak 1 bulan pertama karena aku ragu. Beberapa keluarga istri mulai putus asa. Malah ada yang beranggapan penyakit ini adalah kiriman dari orang. Tapi aku bantah semuanya,sempat ada pertentangan di antara kami. Aku yakinkan istriku bahwa ini adalah memang ujian dari Allah,
“Bun..semuanya atas kehendak Allah, bahkan jauh sebelum kita lahir sudah tertulis takdir ini, usia segini bunda sakit, berobat kesini-sini itu semua sudah ada dalam catatan Allah bun. Yang penting sekarang kita jangan lelah berihtiar dan bunda tetep harus semangat untuk sembuh.” Ia mengangguk perlahan.
Berat badan istriku mulai turun drastis karena tak ada asupan makanan, sebelum sakit beratnya 53 Kg kini tinggal 36 Kg. Kondisinya makin parah dan puncaknya ketika aku lihat mata kirinya sudah tak focus. Cara ia melihat seperti orang juling. Menurut Dokter herbal yang menangani istriku inilah rangkaian perjalanan kanker tersebut yang lama kelamaan akan menyerang otak. Dokter menganjurkan untuk segera dibawa ke rumah sakit.
Tanggal 26 Maret 2008 ...
Akhirnya aku kembali membawanya ke Rumah Sakit. Kali ini aku membawanya ke RS. Husni Thamrin. Istriku ditangani oleh team yang terdiri Dokter THT, Dokter Internis dan Dokter spesialis ahli kemoterapy, Kebetulan Dokter Sugiono ahli kemoterapy yang dulu merawat istriku di RS. Proklamasi juga praktek di sini. Dan kini Dokter sugiyono kembali menangani istriku.
Sore itu Dokter memanggilku ke ruangannya. Dokter menjelaskan stadium kanker istriku sudah menjadi 4C, dan kankernya sudah mulai menggerogoti tulang tengkorak penyangga otak. Melihat hasil CT Scan nya aku merinding, terlihat jelas tulang-tulang tengkorak itu keropos layaknya daun termakan ulat. Aku ingin menjerit, “Ya Allah… begitu berat cobaan ini Kau timpakan pada kami”
“Ma’afkan ayah bun, ayah tak mampu menjaga bunda…!”
Yang lebih mengagetkan ketika dokter mengatakan, “kita hanya bisa memperlambat pertumbuhan kankernya bukan mengobati.” Seolah hitungan mundur kematian itu dimulai. Aku limbung dan hampir taksadarkan diri, sekuat tenaga aku mencoba untuk tetap tegar. Dengan dipapah adik aku keluar dari ruang dokter.
Segera aku menuju Mushola kuambil air wudhu dan kujalankan sholat. Entah sholat apa yang kujalankan ini.
“Aku ingin ketenangan aku butuh pertolonganMu ya Robb. Kutumpahkan segala permohonan ini dihadapanMu yaa Allah. Bisa saja dokter memfonis dengan analisanya, tapi Engkaulah yang maha kuasa atas segala sesuatunya. Engkau maha menggenggam semua takdir, sakit ini dariMu ya Allah dan padaMU juga aku mohon obat dan kesembuhannya.”
Segala ikhtiar dan do’a tiada lelah kulakukan tuk kesembuhan istriku. Malam-malamku kulalui dengan sujud panjang disamping bangsal rumah sakit. Kubenamkan wajahku diatas sajadah lebih dalam lagi, tiba-tiba aku merasa tak mimiliki kekuatan apapun, aku berada dalam kepasrahan dan penghambaan yang lemah.
“Robb…Engkau maha mengetahui, betapa segala ihtiar telah kami lakukan. Tiada menyerah kami melawan penyakit ini, kini aku serahkan segalanya padaMu, tidak ada kekuatan yang sanggup mengalahkan kekuatannMu yaa…Robb, Tunjukkan pertolonganMu, beri kesembuhan pada istriku Ya..Allah.”
Saat itu istriku masih bisa bicara meski dengan suara kurang jelas. Karena tenggorokannya pun sudah menyempit tersumbat kanker, ia sangat kesulitan dalam bernafas. Untuk mengantisipasi agar tidak tersumbat saluran nafasnya, dokter menyarankan agar dipasang ventilator dileher istriku. Akupun menyetujuinya meskipun aku tak tega, tapi ini resiko terkecil yang bisa diambil.
Istriku pasrah, dia minta aku menemaninya ke ruang operasi. Aku sangat mengerti ia sangat takut dengan peralatan medis di ruang operasi. Kemudian aku mendampinginya kedalam ruang operasi untuk pemasangan Ventilator. Aku melihat dengan jelas leher istriku disayat kemudian dimasukkan alat bantu pernafasan itu. “Sebenarnya aku tak tega melihatmu seperti ini bunda, tapi inilah yang terbaik untukmu saat ini.”
Selesai pemasangan ventilator bicaranya sudah tak bersuara lagi. Sejak saat itu praktis komunikasi kami hanya dengan isyarat atau terkadang istriku menulisnya pada lembar-lembar catatan kecil yang sengaja aku siapkan. Tentu saja hal ini terasa capek baginya. Namun sekali lagi ia terlihat tegar tak pernah aku mendengar ia mengeluh.
Akhirnya dengan berbagai pertimbangan akupun menyetujui untuk dilakukan kemoterapy terhadap istriku
Tanggal 6 April 2008 ...
Kira-kira jam 12 siang kemo tahap pertama dilakukan. Dengan perasaan tak menentu aku melihat dokter meracik obat dengan perlengkapan pengaman yang lengkap. Karena menurut dokter obat ini memang keras.
“Ya Allah beri kekuatan pada istriku…!” Beri kesembuhan melalui ihtiar obat ini ya Allah..!”
Sepanjang proses pengobatan tak hentinya kupanjatkan do’a dan dzikir dibantu dengan beberapa anggota keluarga.
Menurut Dokter kemo ini dilakukan dalam 3 sampai 5 tahap. Satu tahapan kemo memakan waktu 5 hari kemudian jeda 3 minggu untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya.
Hari kedua setelah kemo kurang lebih jam 9 malam, istriku mulai merasa mual dan muntah. Hari ketiga jam 12 malam mulai keluar mimisan dengan darah hitam mengental. Hari ke empat jam 8 pagi ketika saya memandikan dan membersihkan mulutnya yang terus menerus mengeluarkan lendir, terdapat lendir bercampur darah hitam pekat dan mengental.
Menurut dokter ini adalah tanda kankernya sudah mulai hancur. Malam harinya istriku tidur sangat nyenyak dan tidak banyak batuk berdahak seperti hari-hari sebelumnya.
Alhamdulillah kemo tahap pertama selesai. Dokter bilang jika kondisi istriku membaik maka tiga hari lagi boleh pulang. Terlihat wajah cerah istriku ketika mendengar kabar ini. “nanti kalo pulang mau kemana bun.. ke Sawangan apa ke Kebayoran (rumah ibunya)?”
“ke Sawangan aja rumah kita sendiri,” jawabnya melalui secarik kertas. Namun ternyata dua hari kemudian ia mengalami diare yang hebat ini adalah efek samping dari obat kemo, sehingga kondisinya kembali lemas. Rencana pulangpun harus ditunda menunggu kondisinya membaik. Tetapi makin hari kondisi istriku makin drop. Hingga menjelang kemo tahap kedua malah albumin dalam darahnya menurun.
Selama dirawat istriku meminta agar saya sendiri yang memandikannya, bahkan aku juga yang membersihkan kotorannya. Semuanya saya kerjakan dengan telaten karena aku merasa sekarang saatnya untuk membalas semua kebaikan yang telah dilakukannya kepadaku selama ini. Ketika istriku sehat dialah yang selalu merawatku, menemaniku dan selalu menyiapkan semua kebutuhanku.
Selama hampir satu bulan di Rumah Sakit kami merasa menemukan keluarga baru. Keakraban terjalin antara kami dengan team dokter, dengan para suster bahkan juga dengan cleaning service yang tiap hari membersihkan kamar istriku. Saya merasa senang ketika suatu hari istriku dapat tertawa riang bercanda dengan para suster meski tawanya tanpa suara.
Minggu, 4 Mei 2008 ...
Kemo tahap ke 2 dilakukan. Sepertinya Allah benar-benar menguji kesabaranku. Ketika hendak dilakukan kemo, tabung infus 1000cc yang digunakan untuk campuran obat kemo ternyata tidak ada. Rumah sakit kehabisan stock, dan ini adalah sebuah kecorobohan yang mestinya tidak terjadi.
Karena tentunya pihak rumah sakit telah mengetahui jadwal pelaksaan kemo ini. Dokterpun marah. Kemudian Dokter menyarankan saya untuk segera membeli sendiri tabung infus di tempat lain. Tujuan saya adalah RSCM sebagai Rumah sakit terdekat, namun jika menuju RSCM menggunakan kendaraan akan memakan waktu lama karena jalannya memutar. Sayapun berlari ditengah terik matahari pukul 12 siang menuju RSCM. Namun disanapun tidak tersedia, kemudian saya berlari lagi menuju RS Sant Carolus, di sinipun nihil.
Begitu juga ketika saya ke Apotik melawai tak bisa mendapatkannya. Akhirnya saya mendapatkan tabung infus tersebut di Apotik Titimurni RS. Kramat. Akhirnya kemo tahap ke 2 pun dapat dilakukan.
Senin, 5 Mei 2008 ...
Hari ini Dinda anak kami yang kecil ulang tahun ke 4. Perhatian dan kecintaan istriku pada anaknya tak pernah berkurang. Dibatas ketidak berdayaannya dia menuliskan sesuatu, “Ayah jangan lupa beliin hadiah buat Dinda, ayah beliin jaket nanti bunda titip mukena, kasihan mukena dede sudah jelek. Bilang ke dede ini mukena dari bunda.”
Atas permintaan istriku siang itu sebagai tanda syukur kami memotong 2 buah kue ulang tahun yang salah satunya untuk dibagikan ke suster-suster yang jaga. Kemudian istriku minta dibantu turun dari tempat tidur, katanya ingin duduk bareng deket Dinda. Ia mencoba memberikan senyum bahagia pada Dinda dan menyembunyikan rasa sakitnya. Sementara Dinda nampak bahagia dipangku bundanya, mungkin ia mengira bundanya hanya sakit biasa saja. Lagu “selamat ulang tahun” yang kami nyanyikan terdengar getir di telingaku. Terasa pilu aku menatap mereka.
Selasa, 13 Mei 2008 ...
Biasanya jika istriku menginginkan sesuatu ia akan membangunkan saya dengan mengetuk besi tempat tidurnya. Namun malam itu saya merasa sangat ngantuk dan lelah, saya menulis pesan pada istriku, “bun..nanti kalo perlu apa-apa panggil suster aja ya! Ayah ngatuk dan cape, jangan bangunin ayah ya!” Dengan isyarat lemah ia mengiyakan permintaanku, ia mengusap tanganku kemudian menuliskan sesuatu “ayah tidur aja gapapa kok, bunda juga mau istirahat.”
Rabu, 14 Mei 2008 ...
Entah mengapa pagi ini aku sangat ingin merawatnya. Ketika ia kembali diserang diare berkali-kali yang sangat hebat aku sendiri yang membersihkan semuanya. Kemudian memandikannya dan mengganti pakaiannya. Pagi itu aku minta Lia anak sulung kami yang masih duduk di kelas 5 SD untuk menjaga bundanya, sebelum kemudian aku tinggal berangkat kerja.
Siang pukul 11 Lia menelpon “Ayah, bunda pingsan nafasnya cepet banget.” Aku kaget dan sangat khawatir. Selang 15 menit Lia sms “bunda sekarang ada di ruang ICU”. Astaghfirullah haladziim… apa yang terjadi pada istriku. Segera aku minta izin meninggalkan kantor. Di Rumah Sakit aku dapati Lia menangis sesegukan tak berhenti. “bunda yah… tolongin bunda yahh….!”
Kuhampiri istriku yang tergolek taksadarkan diri. Perawat memasang semua peralatan pada tubuh istriku, entah alat apa saja ini. Kuusap perlahan keningnya, dingin sekali. Tangan dan kakinyapun sangat dingin. Hingga menjelang maghrib aku tak beranjak dari sampingnya. Tak hentinya mulut ini memanjatkan doa. Sementara di luar ruang ICU sudah banyak kerabat berdatangan.
Tekanan darahnya sangat rendah dibawah 70. Dokter memberikan obat penguat tekanan darah dengan dosis tinggi. Tekanan darahnya sempat naik namun masih dikisaran 75-80, sangat rendah. Berkali-kali dokter menyuntikkan obat perangsang namun hasilnya tetap sama tak berubah. Dokter memanggilku, perasaanku gelisah tak menentu, campur aduk antara cemas, bimbang dan ketakutan yang amat sangat. Dugaanku benar Dokterpun menyerah.
Melihat kondisinya yang terus menurun ia menyarankan agar semua alat bantu dilepas saja. “maksudnya dok..?” aku menodong penjelasan. “secara medis kondisi ibu sudah tidak dapat ditolong lagi, lebih baik kita do’akan saja.” Aku benar-benar lemas mendengarnya seluruh badanku gemetar merinding “benarkah tak ada lagi harapan.” Tiba-tiba aku merasakan ketakutan yang luar biasa. Aku tak mau menyerah, aku meminta agar semua alat bantu itu tetap terpasang pada tubuh istriku, sambil menunggu keputusan team dokter besok pagi.
“Aku tak mau kehilanganmu bunda.” Ku pegang kuat jemarinya, “buka matamu bunda sebentar saja, ayah ingin menatap mata bening bunda untuk terakhir kalinya,” kubisikan lembut ditelinganya.
Pukul 22, aku disodori surat pernyataan, tak sempat aku baca, kata suster ini adalah Surat persetujuan untuk melepas semua alat bantu dari tubuh istriku. “Tak sanggup aku melakukan ini bun, aku ingin tetap menatap wajahmu, aku ingin tetap mendampingimu meski dalam ketidakberdayaanmu.”
Akhirnya adikku yang menandatanganinya. Aku tak ingin selalu dihinggapi rasa bersalah jika menandatangani surat itu. Kemudian semua alat bantu dilepas dari tubuh istriku, tinggal tersisa alat pendeteksi detak jantung.
“Bun…..inilah yang terbaik yang diberikan Allah buat kita, maafkan ayah bun ayah tak bisa menjaga bunda. Ayah ikhlas bunda pergi, ayah terima semua dengan ihklas bun.. Jangan khawatir bun, ayah akan menjaga dan merawat anak-anak kita,” kubisikan lirih ditelinga istriku.
Kutemui Lia yang menunggu diluar ruang ICU, kubelai rambutnya penuh sayang. Ia menangis keras sejadi-jadinya, mungkin ia paham apa yang kumaksudkan. “Bundaa….. Lia ga mau kehilangan bunda, jangan tinggalin lia bundaa..!!” Tangisnya memekik, merebut perhatian semua orang diruang tunggu ICU ini. Semua mata menatap kami tapi mereka diam seolah mahfum dengan keadaan kami.
Dalam setiap rangkaian doaku tak pernah aku mengucapkan kata-kata menyerah “kalo memang hendak Engkau ambil maka mudahkan,” tak pernah aku menyebut kata-kata itu. Aku selalu minta kesembuhan, kesembuhan karena aku memang menginginkan istriku benar-benar sembuh.
Sepertinya kini aku harus menyerah dan pasrah “Ya.. Robb jika memang Engkau menentukan jalan lain aku ikhlas ya Allah…., mudahkan jalan istriku untuk menghadapmu dengan khusnul khootimah.”
Menurut suster dalam kondisi seperti ini pasien masih bisa mendengar. Kubimbing istriku menyebut kalimat “LAAILAHA ILLALLAH MUHAMMADUR ROSULULLAH..” perlahan aku membimbingnya. Rasanya aku mengerti betul setiap helaan nafasnya, raga kami bagai menyatu. Kuulang hingga berkali-kali dengan helaan nafas yang terirama pelan. Dua bulir bening tersembul dari sudut matanya. Aku merasakan ia sanggup mengikuti kalimat ini, terimakasih ya Allah..!
Kamis, 15 Mei 2008 ...
Aku terbangun ketika tiba-tiba seorang suster memanggil “Keluarga ibu Siti Nurhayati..!” Aku bergegas masuk ke ruang ICU, jam menunjuk Pukul 05.05, masih pagi dengan hawa dingin yang menyusup tulang. “Ma’af pak, ibu sudah tidak ada.” ujar suster tadi singkat. Meski aku tau maksudnya tapi aku masih tak percaya. Kutengok layar monitor yang terhubung ketubuh istriku. Tak ada lagi yang bergerak disana.
Bagai tersambar petir, kudekap tubuh lemas istriku. Bibirnya menoreh segaris senyum. “INNA LILLAAHI WAINNA ILAIHI ROOJIUUN.” Aku lunglai terduduk disampingnya tapi tak ada lagi air mata yang keluar. “Bun, Ayah ikhlas melepas bunda, Allah telah memilihkan jalan terbaik buat kita.”
Selamat Jalan Istriku…… jemput aku dan anak-anak nanti di pintu SurgaNya.
Wallahua’lam bish Shawwab....
Semoga bermanfaat bagi yang membacanya ....
.... Segala puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya sempurnalah semua kebaikan ....
Barakallahufikum ....
Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat ...
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
~ o ~
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....
#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
------------------------------------------------
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ....
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim … “Para penumpang yang terhormat, lima belas menit lagi kita akan mendarat di Bandara Internasional Sukarno Hatta, untuk keamanan silahkan diam ditempat dan gunakan sabuk pengaman terima kasih”
Suara co.Pilot pesawat Garuda Indonesia membangunkan Nina dari tidurnya, walau cuma tidur sebentar sudah mampu mengusir ngantuknya, apalagi ketika Nina tahu sebentar lagi akan mendarat, rasanya Nina sudah tidak sabar untuk segera turun dan bertemu dengan orang-orang yang sangat dirindukannya.
Nina sengaja tidak memberi tahu kepulangannya kepada keluarganya, karena dia ingin memberi kejutan terhadap keluarganya, terlebih lagi kepada calon suaminya, lelaki yang dikenalnya lewat chating dan telah melamarnya setahun yang lalu.
Walau Nina belum pernah sekalipun melihat wajah calon suaminya itu, namun cintanya untuk sang pujaan hati begitu tulus. Maklum setiap kali mereka bertemu lewat chating, calon suaminya selalu tidak ada webcam, jadi selama setahun menjalin hubungan otomatis Nina hanya mengenal suaranya saja.
Pernah Nina meminta foto pada calon suaminya itu namun calon suaminya menolak dengan alasan dia tidak suka difoto jadi tidak memiliki foto.
“Para penumpang yang terhormat, kita telah mendarat dengan selamat dan terima kasih telah memilih Garuda Indonesia untuk perjalalan anda, semoga hari anda menyenangkan”
Suara co.Pilot kembali menggema, satu persatu para penumpang keluar dari kabin pesawat. Nina segera menuju keloket pemeriksaan paspor, setelah selesai ia langsung menuju bagasi untuk mengambil koper. Kali ini Nina sengaja tidak keluar melalui terminal 2, selain tidak ada yang menjemput, Nina penasaran ingin tahu kondisi terminal 3 yang banyak diceritakan teman-temannya.
Makanya ketika petugas bandara menggiringnya keterminal 3, Nina hanya menurut, begitu pun ketika oknum-oknum petugas bandara mulai beraksi Nina pun hanya mengikuti aturan main, ia tidak mau terlalu lama berurusan dengan mereka, yang ada dalam pikirannya dia ingin cepat sampai kerumah walau sebenarnya ia ingin berontak.
Bus travel yang membawa Nina dan rombongan mulai bergerak meninggalkan bandara, dari bandara bus meluncur kearah tanggerang menuju tol cikampek, ketika mendekati kawasan tol cikampek tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, dan begitu lewat tikungan cikampek dari arah berlawanan tiba-tiba muncul mobil truk dengan kecepatan tinggi.
Karena situasi hujan deras dan jalanan yang licin membuat supir bus travel yang membawa Nina dan rombongan kehilangan kendali sehingga tabrakan antar bus dan truk pun tidak bisa dihindari, kedua kendaraan yang sama-sama besar pun terpental dan terbalik, suara dentuman keras mengagetkan semua orang yang berada dikawasan cikampek.
Sepuluh jam pasca kecelakaan, Nina siuman dari pingsannya, kalimat hamdalah menggema memenuhi gendang telinga Nina, dan ia sangat hafal dengan suara-suara yang sedang mengucapkan kalimat hamdalah itu
“Alhamdulilah ya Allah Nina sudah sadar pak, Na ini ibu dan bapak juga calon suamimu Rijal ada disini, kamu bisa dengar Na?” Bu Ercih cemas, dari suaranya terlihat sekali ia sangat mengkhawatirkan keadaan anaknya. Nina menangis, ia sangat menyesal telah membuat ibunya sedih dan tangisnya kian menjadi saat ia merasakan pandangannya begitu gelap.
“Ibu dimana? Kenapa gelap sekali, apa sedang mati lampu?” Nina panik, tangannya berusaha menggapai sesuatu, dengan sigap bu Ercih meraih tangan anaknya
“Ibu disini Na, disebelah kanan mu, kamu harus kuat menerima kenyataan ini ya Na” Dengan sekuat tenaga bu Ercih berusaha untuk tegar menyampaikan sesuatu yang ia yakin takkan mampu diterima anaknya bahwa Nina harus kehilangan penglihatannya untuk selamanya kecuali ada pendonor mata.
Hal itu sudah Dokter sampaikan kepada orang tua Nina, bahwa kornea mata Nina mengalami kerusakan akibat serpihan kaca, dan hal itu pun sudah diketahui oleh Rijal calon suaminya.
Jerit tangis Nina membahana memenuhi ruangan tempatnya dirawat, menarik perhatian pengunjung rumah sakit. Nina berusaha melepas perban yang menempel dimatanya, namun bu Ercih dan pak Wiryo segera mencegahnya
“Sabar Na, sabar” Bu Ercih berusaha menenangkan anaknya
“Istighfar ukhti, istighfar” Rijal berseru tak mau kalah, Nina terus menangis putus asa
“Biarkan Nina mati bu, untuk apa Nina hidup, Nina sudah cacat, tidak akan ada yang mau sama orang cacat bu!” Ratapnya pilu, bu Ercih hanya bisa menangis
“Istighfar ukhti, jangan melawan takdir, ambil hikmahnya yakinlah Allah tidak akan menguji umat-Nya diluar batas kemampuan” Rijal terus berusaha menasehati Nina, berharap kekasihnya ikhlas dan sabar menghadapi kenyataan yang baru saja menimpanya
“Nina sudah cacat akhi, Nina tidak pantas lagi menjadi istri akhi” Ucapnya putus asa. Rijal terkejut mendengar kalimat yang dilontarkan calon istrinya itu, namun dia bisa menguasai dirinya, dengan tenang dan mantap dia pun berucap
“Ukhti…Seperti yang pernah saya ucapkan didepan bapak dan ibu dulu juga kepada ukhti, bahwa apapun yang terjadi dan bagaimana pun kondisi ukhti, saya siap menerima ukhti apa adanya”
“Akhi tidak malu mempunyai istri buta?” Nina masih ragu dengan ucapan Rijal
“Demi Allah tidak ada sedikit pun perasaan itu ukhti, niat saya menikahi ukhti karena Allah, sudahlah ukhti jangan bahas masalah itu, sekarang yang penting ukhti sembuh dulu, saya janji tidak akan meninggalkan ukhti, Insya Allah” Janjinya, senadainya Nina telah halal baginya betapa Rijal ingin merengkuh pujaan hatinya itu kedalam pelukannya untuk meyakinkan betapa cintanya tidak berkurang sedikitpun dengan kondisinya yang sekarang.
Bu Ercih dan pak Wiryo saling pandang penuh haru, dihati mereka begitu bahagia dan bangga juga menaruh harapan yang besar terhadap calon menantunya itu.
Nina sedikit mulai bisa tenang, walau sisa-sisa tangisnya sesekali terdengar, rasa putus asa yang tadi sempat menyerang jiwanya berangsur-angsur menghilang dan berganti dengan kebahagiaan dan segudang harapan.
Tiga bulan pasca kecelakaan, Nina telah benar-benar sembuh total walau ia harus mengalami kebuataan. Dan seperti yang pernah diucapkan dihadapan kedua orang tua Nina, Rijal memenuhi janjinya untuk menikahi Nina.
Pada awalnya pesta pernikahan akan dilaksanakan dengan meriah, karena bagi orang tua kedua belah pihak, pesta itu adalah untuk yang pertama, terlebih lagi bagi orang tua Rijal yang termasuk orang kaya di Jakarta, Namun Rijal dan Nina menolak rencana kedua orang tua mereka, sehingga akhirnya pesta pernikahan dilangsungkan dengan sederhana namun kidhmat.
Tamu undangan satu persatu mulai meninggalkan arena pesta dan pulang kerumah masing-masing. Nina masuk kamar didampingi Rijal, ketika sampai didalam kamar, Nina duduk ditepi tempat tidur dengan menunduk, hatinya berdebar kencang, sementara Rijal dengan mata berkaca-kaca tengah memandang wajah Nina.
Rijal lalu menghampiri Nina, kemudian tangan kanannya memegang ubun-ubun istrinya dan membaca doa barakah diamini oleh Nina, setelah itu Rijal membimbing Nina untuk mengambil air wudhu lalu keduanya shalat, selesai sholat dan berdoa, untuk yang pertama kalinya Rijal mencium kening istrinya.
“Suamiku bolehkah aku menyentuh wajahmu, agar aku bisa melukiskan seraut wajahmu dalam imajinasiku” Pinta Nina tiba-tiba. Rijal hanya tersenyum mendengar permintaan istrinya itu, tanpa menjawab pertanyaan Nina, diraihnya tangan Nina dengan lembut lalu dibimbingnya kearah wajahnya.
Dengan gerakan pelan tangan Nina menyusuri wajah Rijal, ia mencoba melukis wajah suaminya kedalam kanvas imajinasinya, namun selalu gagal sehingga Nina merasa sedih dibuatnya. Tangisnya pecah dan itu membuat Rijal panik.
“Kenapa menangis sayang, apakah aku telah menyakitimu?” Tanyanya hati-hati, Nina menggeleng, dan itu membuat Rijal semakin kebingungan
“Lalu kenapa menangis, saya minta maaf jika ada sikap saya yang telah menyakitimu istriku” Lanjutnya masih dengan suaranya yang lembut
“Sa..saya gagal” Ucap Nina terbata “Gagal melukis wajahmu dalam imajinasiku, saya tak bisa mengenali wajahmu atau pun memiripkan wajahmu dengan orang-orang yang pernah saya lihat” Tangis Nina semakin menjadi. Tiba-tiba Rijal merasa bersalah, ia sangat menyesal tidak mengabulkan permintaan Nina dulu ketika Nina meminta fotonya.
Ditariknya nafas dalam-dalam seolah ingin melepaskan sebuah sebak yang tiba-tiba menyesaki dadanya, tanpa Rijal sadari airmatanya telah menyusuri pipinya. Beruntung Nina tidak bisa melihatnya sehingga hanya dia sendiri yang tahu akan tangisannya. Direngkuhnya Nina kedalam pelukanya
“Sudahlah sayang jangan menangis, tak perlu bersedih, aku tidak menuntutmu untuk menghafal wajahku, kesetiaanmu lebih kuharapkan, aku akan menjagamu semampuku, jangan menangis lagi kumohon” Katanya lembut, Rijal tidak ingin menyakiti perasaan istrinya lagi. Nina mengangguk lalu ia berusaha tersenyum dan Rijal lega melihatnya
“Maaf kan saya mas, tak seharusnya malam pertama ini dilalui dengan keluhan, saya minta maaf ” Ucapnya lirih penuh penyesalan
” Tidak ada yang salah sayang, sudah malam sebaiknya kita istirahat, mas lelah sekali seharian terima tamu” Ajak Rijal, dikecupnya kembali kening istrinya. Nina menuruti ajakan suaminya lalu keduanya berbaring. Rijal berusaha memejamkan matanya, ia benar-benar kelelahan, namun tidak dengan Nina, ia tidak bisa tidur .
“Mas..” Sahut Nina pelan
“Iya?” Jawab Rijal siangkat tanpa membuka matanya
“Saya berharap suatu hari nanti bisa melihat wajahmu”
Rijal membuka matanya, dipandangi wajah istrinya yang tirus ada rasa yang menghentak-hentak dalam jiwanya
“Insya Allah istriku dan yakinlah Allah pasti akan memberikan jalan, andai kata didunia kau tak bisa melihat wajahku, insya Allah diakherat kelak Allah akan mengabulkan keinginanmu, asalkan kita tetap lurus dijalan-Nya” Rijal menyemangati istrinya, untuk yang ketiga kalinya kembali dikecup kening istrinya.
“Amin…” Timpal Nina lirih, ia merasakan ketenangan mendengar kalimat dari suaminya itu, lalu keduanya tidur dengan pulas.
Seminggu setelah pernikahan, Rijal memboyong Nina ke Jakarta, ia tidak bisa lama-lama berada dikampung halaman istrinya karena pekarjaannya menuntutnya untuk tidak lama-lama meninggalkan perusahaan yang dipimpinnya. Dengan berat hati bu Ercih melepas anak semata wayangnya untuk ikut bersama suaminya. Bu Ercih percaya pada Rijal, ia yakin menantunya tidak akan mungkin menyia-nyiakan anaknya.
Dijakarta Nina tinggal diperumahan Garden City jakarta timur, yang jika Nina tahu perumahan itu terlalu mewah bagi seorang Nina. Diperumahan itu Rijal sudah menyiapkan seorang pembantu yang siap melayani dan membantu kebutuhan Nina.
Minggu berganti bulan, dan bulan pun berganti tahun, kehidupan rumah tangga Nina dan Rijal penuh dengan kebahagiaan, apalagi setelah kehadiran putra pertama mereka, kebahagiaan itu terasa semakin lengkap bagi keduanya.
“Mah ada berita baik dan berita buruk, mau yang mana dulu?” Tanya Rijal suatu malam saat anak mereka yang masih berumur lima bulan sudah tidur. Rijal kini memanggil istrinya dengan panggilan mamah
“Yang baik dulu” Jawab Nina singkat. Rijal memperbaiki posisi duduknya lebih mendekat kearah istrinya
“Tadi siang Ferry temen papa yang jadi Dokter specialis mata mengabarkan, bahwa sudah ada donor mata untuk mamah, operasi seminggu lagi akan dilaksanakan” Rijal berhenti sejenak. Nina tersenyum bahagia
“Dan berita buruknya, kemungkinan saat mamah operasi papa gak bisa temenin karena harus keBandung ngurus tender, tapi papa janji begitu operasi selesai dan mamah membuka mata, maka papa sudah ada dihadapan mamah” Lanjut Rijal berjanji, senyum Nina kian mengembang. Nina sudah tidak sabar ingin segera dioperasi agar ia bisa melihat seraut wajah suami dan anaknya.
Waktu yang ditentukan pun tiba. Ditemani kedua orang tua serta mertuanya, Nina menjalani operasi mata diRumah sakit Harapan Bunda Jakarta Timur. Sementara Rijal tidak bisa hadir karena ada urusan bisnis diBandung.
Diluar ruangan operasi bu Ercih dan pak Wiryo serta besannya menanti dengan harap-harap cemas, saat dalam keheningan yang penuh dengan kecemasan, tiba-tiba muncul Dina adik kandung Rijal dengan berurai air mata, mengabarkan kalau Rijal mengalami kecelakaan dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Harapan Bunda, dan sekarang tengah dirawat diRumah Sakit Medistra Jakarta Timur.
Kontan berita itu membuat tangis bu Brata dan bu Ercih pecah, suasana diluar ruang operasi gaduh. Konsentrasi meraka terpecah, akhirnya diputuskan pak Brata dan istrinya yang pergi keRumah Sakit Medistra, sementara bu Ercih dan pak Wiryo tetap menunggu sampai operasi selesai dilakukan.
Empat jam lamanya Nina berada diruang operasi, dan operasi mata telah selesai dilakukan, tim Dokter puas dengan kerja keras mereka. Bu Ercih dan pak Wiryo pun tak kalah bahagia mendengarnya, namun kebahagiaan mereka menjadi berkurang karena pikiran mereka masih terbagi dengan memikirkan kondisi menantunya.
Dua jam kemudian, perban yang menutupi mata Nina dibuka oleh Dokter Ferry, bu Ercih dan pak Wiryo menanti dengan jantung berdebar. Nina membuka matanya perlahan, kemudian ia mengerjapkanya berkali-kali lalu Nina menatap kedua orang tuanya satu persatu, senyum Nina merakah.
“Alhamdulilah saya bisa melihat lagi bu!” Serunya bahagia. Bu Ercih dan pak Wiryo mengucapkan hamdalah bersamaan lalu keduanya memeluk Nina dengan penuh sayang dan bahagia.
“Bu, mas Rijal belum datang juga, umi sama abi kemana?” Tanya Nina, ia teringat dengan janji suaminya yang akan datang setelah operasi selesai, ia juga ingat waktu sebelum masuk ruangan operasi mertuanya ada disitu. Wajah bu Ercih seketika berubah jadi sendu, dan Nina bisa membaca dengan perubahan raut muka ibunya itu
” Apa yang telah terjadi bu, katakan bu, katakan!” seru Nina panik
“Sabar Na, sabar” Bu Ercih berusaha menenangkan putrinya
“Nina tidak akan tenang jika ibu tidak memberi tahu, katakan ada apa bu saya mohon” Ratap Nina memelas
“Suamimu kecelakaan, sekarang ada dirumah sakit Medistra” Akhirnya pak Wiryo angkat suara, walau sebenarnya pak Wiryo juga tidak ingin merusak kebahagiaan anaknya yang baru saja mendapatkan penglihatannya kembali
” Kita kesana sekarang!” Ajak Nina seraya bangkit dari pembaringannya
“Na kamu habis operasi nanti saja menunggu kondisi kamu pulih dulu”
“Saya baik-baik saja bu, mas Rijal butuh saya!”
Nina tidak memperdulikan larangan ibunya, ia terus saja melangkah keluar dari Rumah Sakit Harapan Bunda, diikuti pak Wiryo dan istrinya dari belakang, lalu ketiganya menyetop taksi dan meluncur keRumah Sakit Medistra.
“Maaf suster pasien yang bernama Muhammad Rijal Brata dirawat diruangan mana?” Tanya Nina kepada suster penjaga, ketika sudah berada diRumah Sakit Medistra. Suster penjaga tampak heran, kemudian suster itu membuka buku daptar pasien, sementara Nina tampak tidak sabar dan gelisah.
“Kak Nina?” Suara seorang perempuan memanggil namanya, ia menoleh kearah suara yang memanggilnya barusan. Seorang perempuan cantik dengan jilbab warna biru tua langsung menghambur kearahnya dan memeluk sambil menangis. Nina baru menyadari jika perempuan itu adalah adik iparnya
“Ini Dina kan?” Tanya Nina penasaran
“Betul kak, Subhanallah kakak bisa melihat lagi” Ucap Dina disela tangisnya
“Dimana mas Rijal?” Tanya Nina tak sabaran
” Mari ikut saya kak” Ujar Dina lirih.
Ternyata Dina membawa meraka kekamar mayat, disana Nina melihat banyak polisi juga ada seorang ibu yang tengah menangis dipelukan suaminya. Nina sudah bisa menduga jika perempuan setengah baya itu adalah mertuanya, dan benar saja dugaan Nina, begitu ibu itu melihat kedatangan Nina dan rombongan, ibu itu langsung menghambur kepelukan Nina bahkan tangisnya kian keras dan pilu menyayat hati.
Nina sudah menduga jika suaminya telah meninggalkan dia untuk selama-lamanya, rasanya Nina belum siap dengan semua itu, tangisnya pecah. Ingin rasanya Nina tak sadarkan diri agar ia tidak merasakan beban yang begitu berat namun anehnya ia tidak bisa, justru ada hasrat yang tiba-tiba menyerang hatinya untuk melihat wajah suaminya meski untuk yang terakhir kali.
Namun keinginannya harus dikuburnya dalam-dalam, saat pihak dokter yang mengotopsi mayat suaminya melarang Nina melihat wajah suaminya dengan alasan wajah mayat rusak parah dan tidak bisa dikenali lagi, jika pun Nina memaksa melihat, dikhawatirkan kondisi kejiwaan Nina akan syok berat.
Akhirnya Nina hanya bisa memeluk mayat yang tertutup kain putih dan menagis sejadi-jadinya menumpahkan semua sebak yang dari tadi menganjal didadanya.
Jiwanya hancur mendengar keterangan dari Dokter dan polisi, semua rencana indah yang telah disusun bersama suaminya telah musnah dalam sekejap.
Ya Allah..jika dengan kembalinya penglihatanku, dan Engkau ambil suamiku untuk selamanya, lebih baik aku buta selamanya ya Allah asalkan suamiku tetap disisiku. Jerit hatinya pilu. Ruangan jenazah kini diselimuti dengan suasana duka yang mendalam, sehingga membuat para polisi dan yang hadir disitu ikut terhanyut kedalamnya.
“Mah…!” Suara seorang lelaki memanggil Nina yang masih memeluk jenazah sambil menagis, dan Nina sangat hafal dengan suara itu. Reflek semua yang hadir diruangan itu menoleh kearah suara yang barusan memanggil Nina.
Ditengah-tengah pintu berdiri seorang lelaki tampan berjanggut tipis serta memakai pakaian setengah santri setengah modis menatap kearah Nina dengan tatapan penuh kerinduan. Nina balas menatap lelaki itu, hatinya tak berani menduga jika lelaki itu adalah suaminya yang selama ini dirindukanya, sehingga bibirnya terasa kelu untuk menyebutkan sebuah nama.
Lelaki yang ternyata Rijal itu mendekat kearah Nina, lalu diraihnya tangan Nina dan dibimbingnya untuk menyentuh wajahnya. Nina memejamkan mata mencoba melukiskan sesuatu dalam imajinasinya
“Aku Rijal suamimu, ayah dari Aria anak kita” Bisik Rijal lembut
Nina membuka matanya, ditatapnya seraut wajah yang selama ini dirindukannya, dalam hati ia mengagumi ketampanan suaminya itu, tidak seperti gambaran dalam imajinasinya selama ini. Akhirnya tangisan bahagia Nina pecah dalam pelukan suami yang dirindukannya, semua yang berada diruangan jenazah kini menangis bahagia
” Terus siapa mayat ini?” Tanya bu Brata disela tangisnya. Rijal melepas pelukan istrinya, seketika wajahnya berubah jadi sendu, dengan suara parau ia berusaha menjelaskan
“Dino mi, dia pinjam mobil saya karena hari ini istrinya melahirkan, dirumah sakit Harapan Bunda, saya sudah mencegahnya untuk pulang bersama saya nanti ba’da sholat dzuhur, tapi Dino tidak mau karena dia ingin menyaksikan bagaimana anaknya lahir” Cerita Rijal lirih
“Innalillahi wa’inna illahi roji’un..” Ucap semua yang hadir diruangan itu serempak.
Wallahu’alam bishshawab, ..
~ o ~
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....
#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
------------------------------------------------
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ....
sumber : https://www.facebook.com/DzikirCinta/posts/581127085239395