Bismillahir-Rahmaanir-Rahim … Ijinkan saya mengenang sejenak, pergulatan sepasang suami istri. Misno dan Sikem. Keduanya punya enam anak. Tinggal di selatan Jawa Timur, di sebuah desa pegunungan yang masih mengkonsumsi nasitiwul (nasi dari tepung singkong yang dikukus) sebagai makanan pokok.
Secara ekonomi, Misno dan Sikem, keluarga yang jauh dari cukup. Rumahnya masih dari bilik bambu, tanahnya juga hanya melingkupi pekarangan rumah saja.
Kurun 20 tahun, Misno dan Sikem menjejakkan telapak kakinya tanpa alas, di atas jalan berbatu dan aspal yang panas, saat matahari membakar. Berduaan, mereka menjajakan Rinjing (kerajinan dari bambu) yang dipikul dan digendong menuju pasar sejauh 30 km, dari rumahnya.
Berangkat pukul tiga pagi dan akan sampai di pasar, pukul sebelas malam. Di sepanjang jalan, Rinjing itu dijual di perkampungan yang dilewati. Sampai di pasar, jika nasib baik, biasanya tinggal seperempat yang akan dijual pada esok pagi, pas hari pasaran.
Rinjing-rinjing itu, bukan buatan Misno dan Sikem. Tapi, produksi para keluarga miskin di desa itu. Suami istri ini, hanya perantara menjualkan saja ke pasar di kota. Jika pakai rumus ekonomi, hitungannya rugi, karena antara peluh yang bercucur dan tenaga yang dikuras tak sebanding.
Rata-rata untung yang didapat Misno dan Sikem, tak lebih dari Rp 20 ribu. Hasilnya buat membeli gaplek(singkong kering bahan tiwul) untuk makan anak-anaknya.
“Tidak usah berhitung kalau mau membantu orang. Gusti Allah mboten sare (Allah tidak tidur)”, wasiatnya dalam.
Jika Misno dan Sikem tidak menjual Rinjing itu, maka tetangganya juga tak dapat mencukupi kebutuhan hidup. Pernah suatu hari, keduanya sakit. Rinjing yang diproduksi warga numpuk tak terjual. Sampai ada seorang tetangga datang ke rumahnya, untuk minjam gaplek. Padahal Misno dan Sikem, juga bernasib sama.
“Sudah ambil saja, kasihan anak-anakmu kalau tidak makan”, kata Sikem, padahal anak-anak dia sendiri, juga terancam kelaparan.
“Lha sampeyan gimana nanti”, jawab peminjam itu agak segan.
“Tidak usah dipikiri, biar Gusti Allah yang mikirin saya”, tandas Sikem bernas.
Esok hari setelah sehat, Misno dan Sikem kembali memikul dan menggendong Rinjing, titipan tetangganya. Di sepanjang jalan yang dilalui dalam 20 tahun, keduanya dapat sebutan Mbah Rinjing.
Dari keuntungannya yang sedikit itu, Misno dan Sikem punya kebiasaan rutin, tiap pulang dari pasar. Sikem akan singgah di warung soto ayam. Ia membeli tulang belulang yang dagingnya sudah diambil buat soto.
Sikem akan berpindah dari warung soto satu, ke warung soto lainnya, agar tak malu, karena membeli tulang-tulang yang harganya murah. Tulang yang menyisakan sedikit daging itu, dibawa pulang untuk oleh-oleh.
Maka, tiap pulang dari pasar, para tetangga kumpul di rumahnya. Mereka dapat jatah potongan tulang ayam yang kala itu, cukup istimewa di desanya. Tapi, untuk keluarga yang paling miskin, Misno dan Sikem akan memberikan tambahan ikan asin.
Jualan dengan berjalan kaki, juga pilihan Misno dan Sikem. Jika ke pasar naik angkutan, maka hasilnya tekor. Untung yang diambil juga sedikit, agar Rinjing cepat laku dan keluarga pengrajin bisa menafkahi keluarganya.
Sayang, kebersamaan suami istri itu, harus terpisah, saat Misno memenuhi panggilan Allah lebih dulu. Sikem, hatinya sempat remuk, karena harus menghidupi enam anak dan kebutuhan hidup para pengrajin Rinjing. Tak ada orang cukup mental, untuk jualan dengan berjalan kaki, puluhan kilo meter setangguh Misno.
Sebelum wafat, Misno berpesan pada istrinya, “Kalau kamu kuat teruskan jualan Rinjing, kasihan mereka. Kalau tidak kuat ya istirahatlah”.
Setelah berkabung, Sikem kembali bangkit. Ia gendong tumpukan Rinjing, hingga menggunung. Sikem menapak batu terjal dan aspal mendidih, sendirian. Sepanjang jalan dilalui, ia punya kekuatan, seakan Misno ada di sampingnya. Tapi, Sikem makin tua. Kekuatan tulangnya tak sekokoh dulu.
Selama 10 tahun, setelah Misno meninggal, Sikem melanjutkan jualan Rinjing sendirian. Ia berusaha kuat, tak hanya untuk kelangsungan hidupnya, tapi juga bagi para pengrajin Rinjing. Ia juga masih beli tulang bekas soto ayam dan ikan asin, untuk dibagi ke tetangganya. Hatinya juga lembut dan selalu berbagi, meski ia sendiri kekurangan.
Pada 2006, Sikem menyusul suami tercinta. Amanah suaminya telah ia tepati. Para pengrajin Rinjing sangat kehilangan. Kini, nyaris tak ada lagi yang membuat Rinjing di desa itu, karena tak ada yang menjualkan.
Sebuah pesan pendek, selalu dinasehatkan Misno dan Sikem pada anak-anaknya. Hidup jangan pelit, selalu menolong yang lemah dan membantu yang menderita. Terima kasih, atas nasehat kehidupanmu Mbah Rinjing.
Wallahu'alam bissawab ...
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
~ o ~
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....
#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
------------------------------------------------
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ....
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Seorang isteri menangis ketika memandikan jenazah suaminya .. sambil menangis isteri berkata,
" Inilah janji kami sebagai suami isteri .. Jika abang pergi lebih dulu maka engkaulah yang memandikan jenazah abang, Andai engkau yang pergi dulu dari abang, abang yang akan memandikan jenazahmu ..."
Dari luar bilik mayat hospital, seorang ustadz masuk dan bertanya apakah istrinya mau memandikan jenazah suaminya .. ustadz tadi bersama beberapa orang menemani si isteri memandikan jenazah suaminya ..
Dengan tenang isteri membasuh muka suaminya sambil berdoa,
" Inilah wajah suami yang ku sayang tetapi Allah lebih sayang padamu ... Wahai suamiku .. Semoga Allah ampunkan dosamu dan satukan kita di akhirat nanti .."
Saat membasuh tangan jenazah suaminya sambil berkata ..
"Tangan inilah yang mencari rezeki yang halal untuk kami, masuk ke mulut kami ... semoga Allah beri pahala untukmu wahai suami ku .."
Saat membasuh tubuh jenazah suaminya, iapun berkata..."Tubuh inilah yang memberi pelukan kasih sayang padaku dan anak-anakku .., semoga Allah beri pahala berganda untukmu wahai suamiku ..."
Kemudian saat membasuh kaki jenazah suaminya, kembali ia berkata .. "Dengan kaki ini abang keluar mencari rezeki untuk kami, berjalan dan berdiri sepanjang hari semata-mata untuk mencari sesuap nasi, terima kasih suamiku ... semoga Allah memberimu kenikmatan hidup di akhirat dan pahala yang berlipat kali ganda .."
Selesai memandikan jenazah suaminya, si isteri mengecup sayu suaminya dan berkata ..
"Terima kasih suamiku .. karena aku bahagia sepanjang menjadi isterimu dan terlalu bahagia .. dan terima kasih karena meninggalkan aku bersama permata hatimu yang persis dirimu .. dan aku sebagai seorang istri ridha akan kepergianmu karena kasih sayang Allah kepadamu ..."
Subhanallah ..
Indahnya saling mencintai karena Allah ..
Semoga Allah merahmati pasangan suami-istri, dan seluruh keluarga yang saling menyayangi dan mencintai karena Allah Ta'ala .. Aamiin Allahu yaa Karim ..
- Asma Nur Khalidah / Ade A. -
Wallahu'alam bissawab ...
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
~ o ~
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....
#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
------------------------------------------------
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ....
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Mantan Presiden Gus Dur punya anekdot, hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia. Ketiganya adalah patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng Iman Santosa. Ini semacam sindiran bahwa sulit mencari polisi jujur di negeri ini. Kalaupun ada, langka dicari.
Polisi Hoegeng adalah satu teladan polisi jujur yang kisah dan kiprah selalu layak diceritakan turun-temurun. 14 Oktober 1921, tepat 91 tahun lalu, Hoegeng lahir di Pekalongan. Inilah beberapa cerita dan kiprah polisi Hoegeng sejak merintis karir sebagai polisi, sebagai dirjen imigrasi hingga berpuncak pada karir sebagai Kapolri.
Kisah-kisah yang menyentuh dan menggetarkan hati ini beberapa dikutip dari memoar Hoegeng, Polisi antara Idaman dan Kenyataan, karangan Ramadhan KH.
1. Larang istri buka toko bunga ...
Sebagai perwira, Hoegeng hidup pas-pasan. Untuk itulah istri Hoegeng, Merry Roeslani membuka toko bunga. Toko bunga itu cukup laris dan terus berkembang.
Tapi sehari sebelum Hoegeng akan dilantik menjadi Kepala Jawatan Imigrasi (kini jabatan ini disebut dirjen imigrasi) tahun 1960, Hoegeng meminta Merry menutup toko bunga tersebut. Tentu saja hal ini menjadi pertanyaan istrinya. Apa hubungannya dilantik menjadi kepala jawatan imigrasi dengan menutup toko bunga.
"Nanti semua orang yang berurusan dengan imigrasi akan memesan kembang pada toko kembang ibu, dan ini tidak adil untuk toko-toko kembang lainnya," jelas Hoegeng.
Istri Hoegeng yang selalu mendukung suaminya untuk hidup jujur dan bersih memahami maksud permintaan Hoegeng. Dia rela menutup toko bunga yang sudah maju dan besar itu.
"Bapak tak ingin orang-orang beli bunga di toko itu karena jabatan bapak," kata Merry.
2. Tolak rayuan pengusaha cantik ...
Kapolri Hoegeng Imam Santosa pun pernah merasakan godaan suap. Dia pernah dirayu seorang pengusaha cantik keturunan Makassar-Tionghoa yang terlibat kasus penyelundupan. Wanita itu meminta Hoegeng agar kasus yang dihadapinya tak dilanjutkan ke pengadilan.
Seperti diketahui, Hoegeng sangat gencar memerangi penyelundupan. Dia tidak peduli siapa beking penyelundup tersebut, semua pasti disikatnya.
Wanita ini pun berusaha mengajak damai Hoegeng. Berbagai hadiah mewah dikirim ke alamat Hoegeng. Tentu saja Hoegeng menolak mentah-mentah. Hadiah ini langsung dikembalikan oleh Hoegeng. Tapi si wanita tak putus asa. Dia terus mendekati Hoegeng.
Yang membuat Hoegeng heran, malah koleganya di kepolisian dan kejaksaan yang memintanya untuk melepaskan wanita itu. Hoegeng menjadi heran, kenapa begitu banyak pejabat yang mau menolong pengusaha wanita tersebut. Belakangan Hoegeng mendapat kabar, wanita itu tidak segan-segan tidur dengan pejabat demi memuluskan aksi penyelundupannya.
Hoegeng pun hanya bisa mengelus dada prihatin menyaksikan tingkah polah koleganya yang terbuai uang dan rayuan wanita.
3. Mengatur lalu lintas di perempatan ...
Teladan Jenderal Hoegeng bukan hanya soal kejujuran dan antikorupsi. Hoegeng juga sangat peduli pada masyarakat dan anak buahnya. Saat sudah menjadi Kapolri dengan pangkat jenderal berbintang empat, Hoegeng masih turun tangan mengatur lalu lintas di perempatan.
Hoegeng berpendapat seorang polisi adalah pelayan masyarakat. Dari mulai pangkat terendah sampai tertinggi, tugasnya adalah mengayomi masyarakat. Dalam posisi sosial demikian, maka seorang agen polisi sama saja dengan seorang jenderal.
"Karena prinsip itulah, Hoegeng tidak pernah merasa malu, turun tangan sendiri mengambil alih tugas teknis seorang anggota polisi yang kebetulan sedang tidak ada atau tidak di tempat.
Jika terjadi kemacetan di sebuah perempatan yang sibuk, dengan baju dinas Kapolri, Hoegeng akan menjalankan tugas seorang polantas di jalan raya. Itu dilakukan Hoegeng dengan ikhlas seraya memberi contoh kepada anggota polisi yang lain tentang motivasi dan kecintaan pada profesi."
Demikian ditulis dalam buku Hoegeng-Oase menyejukkan di tengah perilaku koruptif para pemimpin bangsa- terbitan Bentang.
Hoegeng selalu tiba di Mabes Polri sebelum pukul 07.00 WIB. Sebelum sampai di kantor, dia memilih rute yang berbeda dan berputar dahulu dari rumahnya di Menteng, Jakarta Pusat. Maksudnya untuk memantau situasi lalu lintas dan kesiapsiagaan aparat kepolisian di jalan.
Saat suasana ramai, seperti malam tahun baru, Natal atau Lebaran, Hoegeng juga selalu terjun langsung mengecek kesiapan aparat di lapangan. Dia memastikan kehadiran para petugas polisi adalah untuk memberi rasa aman, bukan menimbulkan rasa takut. Polisi jangan sampai jadi momok untuk masyarakat.
4. Berantas semua beking kejahatan ...
Banyak aparat hukum malah menjadi beking tempat maksiat, perjudian hingga menjadi bodyguard. Hanya sedikit yang berani mengobrak-abrik praktik beking ini. Polisi super Hoegeng Imam Santosa mungkin yang paling berani.
Ceritanya tahun 1955, Kompol Hoegeng mendapat perintah pindah ke Medan. Tugas berat sudah menantinya. Penyelundupan dan perjudian sudah merajalela di kota itu.
Para bandar judi telah menyuap para polisi, tentara dan jaksa di Medan. Mereka yang sebenarnya menguasai hukum. Aparat tidak bisa berbuat apa-apa disogok uang, mobil, perabot mewah dan wanita. Mereka tak ubahnya kacung-kacung para bandar judi.
Bukan tanpa alasan kepolisian mengutus Hoegeng ke Medan. Sejak muda dia dikenal jujur, berani dan antikorupsi. Hoegeng juga haram menerima suap maupun pemberian apapun.
Maka tahun 1956, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Direktorat Reskrim Kantor Polisi Sumut. Hoegeng pun pindah dari Surabaya ke Medan. Belum ada rumah dinas untuk Hoegeng dan keluarganya karena rumah dinas di Medan masih ditempati pejabat lama.
Cerita soal keuletan para pengusaha judi benar-benar terbukti. Baru saja Hoegeng mendarat di Pelabuhan Belawan, utusan seorang bandar judi sudah mendekatinya. Utusan itu menyampaikan selamat datang untuk Hoegeng. Tak lupa, dia juga mengatakan sudah ada mobil dan rumah untuk Hoegeng hadiah dari para pengusaha.
Hoegeng menolak dengan halus. Dia memilih tinggal di Hotel De Boer menunggu sampai rumah dinasnya tersedia.
Kira-kira dua bulan kemudian, saat rumah dinas di Jl Rivai siap ditinggali, bukan main terkejutnya Hoegeng. Rumah dinasnya sudah penuh barang-barang mewah. Mulai dari kulkas, piano, tape hingga sofa mahal. Hal yang sangat luar biasa. Tahun 1956, kulkas dan piano belum tentu ada di rumah pejabat sekelas menteri sekalipun.
Ternyata barang itu lagi-lagi hadiah dari para bandar judi. Utusan yang menemui Hoegeng di Pelabuhan Belawan datang lagi. Tapi Hoegeng malah meminta agar barang-barang mewah itu dikeluarkan dari rumahnya. Hingga waktu yang ditentukan, utusan itu juga tidak memindahkan barang-barang mewah tersebut.
Apa tindakan Hoegeng?
Dia memerintahkan polisi pembantunya dan para kuli angkut mengeluarkan barang-barang itu dari rumahnya. Diletakkan begitu saja di depan rumah. Bagi Hoegeng itu lebih baik daripada melanggar sumpah jabatan dan sumpah sebagai polisi Republik Indonesia.
Hoegeng geram mendapati para polisi, jaksa dan tentara disuap dan hanya menjadi kacung para bandar judi. "Sebuah kenyataan yang amat memalukan," ujarnya geram.
5. Hoegeng dan pemerkosaan Sum Kuning ...
Sumarijem adalah seorang wanita penjual telur ayam berusia 18 tahun. Tanggal 21 September 1970, Sumarijem yang sedang menunggu bus di pinggir jalan, tiba-tiba diseret masuk ke dalam mobil oleh beberapa orang pria. Di dalam mobil, Sum diberi eter hingga tak sadarkan diri. Dia dibawa ke sebuah rumah di Klaten dan diperkosa bergiliran oleh para penculiknya.
Setelah puas menjalankan aksi biadab mereka, Sum ditinggal begitu saja di pinggir jalan. Gadis malang ini pun melapor ke polisi. Bukannya dibantu, Sum malah dijadikan tersangka dengan tuduhan membuat laporan palsu.
Dalam pengakuannya kepada wartawan, Sum mengaku disuruh mengakui cerita yang berbeda dari versi sebelumnya. Dia diancam akan disetrum jika tidak mau menurut. Sum pun disuruh membuka pakaiannya, dengan alasan polisi mencari tanda palu arit di tubuh wanita malang itu.
Karena melibatkan anak-anak pejabat yang berpengaruh, Sum malah dituding anggota Gerwani. Saat itu memang masa-masanya pemerintah Soeharto gencar menangkapi anggota PKI dan underbouw-nya, termasuk Gerwani.
Kasus Sum disidangkan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Sidang perdana yang ganjil ini tertutup untuk wartawan. Belakangan polisi menghadirkan penjual bakso bernama Trimo. Trimo disebut sebagai pemerkosa Sum. Dalam persidangan Trimo menolak mentah-mentah.
Jaksa menuntut Sum penjara tiga bulan dan satu tahun percobaan. Tapi majelis hakim menolak tuntutan itu. Dalam putusan, Hakim Ketua Lamijah Moeljarto menyatakan Sum tak terbukti memberikan keterangan palsu. Karena itu Sum harus dibebaskan.
Dalam putusan hakim dibeberkan pula nestapa Sum selama ditahan polisi. Dianiaya, tak diberi obat saat sakit dan dipaksa mengakui berhubungan badan dengan Trimo, sang penjual bakso. Hakim juga membeberkan Trimo dianiaya saat diperiksa polisi.
Hoegeng terus memantau perkembangan kasus ini. Sehari setelah vonis bebas Sum, Hoegeng memanggil Komandan Polisi Yogyakarta AKBP Indrajoto dan Kapolda Jawa Tengah Kombes Suswono. Hoegeng lalu memerintahkan Komandan Jenderal Komando Reserse Katik Suroso mencari siapa saja yang memiliki fakta soal pemerkosaan Sum Kuning.
"Perlu diketahui bahwa kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak," tegas Hoegeng.
Hoegeng membentuk tim khusus untuk menangani kasus ini. Namanya Tim Pemeriksa Sum Kuning, dibentuk Januari 1971. Kasus Sum Kuning terus membesar seperti bola salju. Sejumlah pejabat polisi dan Yogyakarta yang anaknya disebut terlibat, membantah lewat media massa.
Belakangan Presiden Soeharto sampai turun tangan menghentikan kasus Sum Kuning. Dalam pertemuan di istana, Soeharto memerintahkan kasus ini ditangani oleh Team pemeriksa Pusat Kopkamtib. Hal ini dinilai luar biasa. Kopkamtib adalah lembaga negara yang menangani masalah politik luar biasa. Masalah keamanan yang dianggap membahayakan negara. Kenapa kasus perkosaan ini sampai ditangani Kopkamtib?
Dalam kasus persidangan perkosaan Sum, polisi kemudian mengumumkan pemerkosa Sum berjumlah 10 orang. Semuanya anak orang biasa, bukan anak penggede alias pejabat negara. Para terdakwa pemerkosa Sum membantah keras melakukan pemerkosaan ini. Mereka bersumpah rela mati jika benar memerkosa.
Kapolri Hoegeng sadar. Ada kekuatan besar untuk membuat kasus ini menjadi bias.
Tanggal 2 Oktober 1971, Hoegeng dipensiunkan sebagai Kapolri. Beberapa pihak menilai Hoegeng sengaja dipensiunkan untuk menutup kasus ini.
6. Selalu berpesan polisi jangan sampai dibeli ...
Mantan Kapolri Jenderal Polisi Widodo Budidarmo punya kenangan soal Hoegeng. Widodo ingat betul pesan Hoegeng padanya.
"Mas Widodo jangan sampai kendor memberantas perjudian dan penyelundupan karena mereka ini orang-orang yang berbahaya. Suka menyuap. Jangan sampai polisi bisa dibeli," tutur Widodo menirukan pesan Hoegeng semasa itu.
Widodo tahu Hoegeng tidak asal memberikan perintah. Hoegeng telah membuktikan dirinya memang tidak bisa dibeli. Sejak menjadi perwira polisi di Medan, Hoegeng terkenal karena keberanian dan kejujurannya. Dia tak sudi menerima suap sepeser pun. Barang-barang hadiah pemberian penjudi dilemparkannya keluar rumah.
"Kata-kata mutiara yang masih saya ingat dari Pak Hoegeng adalah baik menjadi orang penting, tapi lebih penting menjadi orang baik," kenang Widodo.
Widodo bahkan menyamakan mantan atasannya dengan Elliot Ness, penegak hukum legendaris yang memerangi gembong mafia Al Capone di Chicago, Amerika Serikat. Saat itu, mafia menyuap hampir seluruh polisi, jaksa dan hakim di Chicago. Karena itu mereka bebas menjalankan aksi-aksi kriminal.
Tapi saat itu Elliot Ness dan kelompoknya yang dikenal sebagai The Untouchables atau mereka yang tak tersentuh suap, berhasil mengobrak-abrik kelompok gengster itu.
"Pak Hoegeng itu tak kenal kompromi dan selalu bekerja keras memberantas kejahatan," jelas Widodo.
Sumber : dai21juli. blogspot .com
~ o ~
Semoga bermanfaat dan Penuh Kebarokahan dari Allah ...